Kasus :
Seorang Ibu Primigravida dibantu oleh seorang
bidan untuk bersalin. Proses persalinannya telah lama karena lebih 24 jam bayi
belum juga keluar dan keadaan ibu nya sudah mulai lemas dan kelelahan
karena sudah terlalu lama mengejan. Bidan tersebut tetap bersikukuh untuk
menolong persalinan Ibu tersebut karena takut kehilangan komisi, walaupun
asisten bidan itu mengingatkan untuk segera di rujuk saja. Setelah bayi keluar,
terjadilah perdarahan pada ibu, baru kemudian bidan merujuk ibu ke RS. Ketika
di jalan, ibu tersebut sudah meninggal. Keluarganya menuntut bidan tersebut.
Analisa : I
bu tersebut sudah mengalami partus yang lama
karena lebih dari 24 jam, seharusnya bidan bisa mengetahui penyebab partus
lama, apakah ada malpresentasi pada janin, emosi yang tidak stabil pada ibu
atau panggul yang kecil sehingga bidan bisa bertindak secepatnya untuk
menyelamatkan nyawa ibu dan bayi, bukan mementingkan komisi yang membahayakan
nyawa ibu dan bayi. Perdarahan itu disebabkan karena atonia uteri akibat partus
yang terlalu lama. Atonia uteri hanya bisa bertahan dalam waktu 2 jam setela
Post Partum.
Dalam kasus tertentu justru Bidan dengan
sengaja melakukanya demi uang, dan satu sisi pasien juga tidak mengetahui
tentang hak-hak apa yang dapat diperoleh pasien tentang kondisi kesehatannya
atau pasien sengaja tidak dikasih tahu informasi yang jelas tentang resiko,
tindakan serta prosedur persalinan yang yang seharusnya.Bidan tersebut telah
melanggar wewenangan bidan dan melakukan malpraktek.
Criminal malpractice yang bersifat negligence
(lalai) misalnya kurang hati-hati melakukan proses kelahiran.
1. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP,
pasal-pasal karena lalai menyebabkan mati atau luka-luka berat.
Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan
orang mati : Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama
satu tahun.
2. Pasal 1365 KUHS
Setiap perbuatan melanggar hokum yang mengakibatkan
kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang yang kkarena kesalahannya
mengakibatkan kerugian itu, menganti kerygian tersebut.
Cara membuktikan kelalaiannya adalah
Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban) Jika seorang bidan melakukan
pekerjaan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang
seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka bidan tersebut dapat
dipersalahkan.
Kepala dinas kesehatan akan memcabut SIPB
setelah mendengar saran dan keputusan dari MPEB dan IBI . MPEB akan melakukan
sidang dari kasus ini. MPEB akan meminta keterangan dari bidan dan saksi. Yang
menjadi saksi dari kasus ini adalah asisten bidan. MPEB akan meminta keterangan
dari bidan dan saksi. Setelah asisten bidan mengatakan yang sebenarnya bahwa
bidan lah yang menahan rujukan karena alasan komisi, maka MPEB akan memberikan
sanksi yang setimpal karena sudah merugikan orang lain kepada bidan tersebut
dan sebagai gantinya izin praktik bidan tersebut akan di cabut. Keputusan MPEB
bersifat final.
Contoh sanksi bidan adalah pencabutan ijin
praktek bidan, pencabutan SIPB sementara, atau bisa juga berupa denda.
Penyimpangan yang dilakukan oleh bidan
misalnya :
a. Bidan melakukan praktek
aborsi,yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh bidan karena
termasuk tindakan kriminal.
b. Bidan tidak
melakukan rujukan pada ibu yang mengalami persalinan premature, bidan ingin
melakukan persalinan ini
sendiri. Ini jelas tidak boleh dilakukan, dan harus dirujuk. Karena ini
sudah bukan kewenangan bidan lagi, selain itu jika
dilakukan oleh bidan itu sendiri,persali akan
membahayakan ibu dan bayi yang dikandungnya.
Alur Sanksi Bidan
Malpraktek yang dilakukan oleh bidan dapat
disebabkan oleh banyak faktor, misalnya kelalaian, kurangnya pengetahuan,
faktor ekonomi, rutinitas,dan juga perubahan hubungan antara bidan dengan
pasien. Untuk dapat mencegah terjadinya malpraktek yang dilakukan oleh bidan
dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya dengan tidak memberikan jaminan
atau garansi akan keberhasilan usahanya, dalam melakukan tindakan harus ada
informed consent, mencatat semua tindakan kedalam rekam medik, dan lain-lain.
Untuk penyelesaian
tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan yang telah masuk ke
pengadilan, semua tergantung kepada pertimbangan hakim yang menangani kasus
tersebut untuk menentukan apakah kasus yang ditanganinya termsuk kedalam
malpraktek atau tidak. Atau apakah si pelaku dapat dimintai pertanggung jawaban
secara pidana atau tidak.
Melakukan malpraktek yuridis (melanggar hukum) berarti juga melakukan
malpraktek etik (melanggar kode etik). Sedangkan malpraktek etik belum tentu
merupakan malpraktek yuridis. Apabila seorang bidan melakukan malpraktek etik
atau melanggar kode etik. Maka penyelesaian atas hal tersebut dilakukan oleh
wadah profesi bidan yaitu IBI. Dan pemberian sanksi dilakukan berdasarkan
peraturan-peraturan yang berlaku didalam organisasi IBI tersebut. Sedangkan
apabila seorang bidan melakukan malpraktek yuridis dan dihadapkan ke muka
pengadilan. Maka IBI melalui MPA dan MPEB wajib melakukan penilaian apakah
bidan tersebut telah benar-benar melakukan kesalahan. Apabila menurut penilaian
MPA dan MPEB kesalahan atau kelalaian tersebut terjadi bukan karena kesalahan
atau kelalaian bidan, dan bidan tersebut telah melakukan tugasnya sesuai dengan
standar profesi, maka IBI melalui MPA wajib memberikan bantuan hukum kepada
bidan tersebut dalam menghadapi tuntutan atau gugatan di pengadilan
0 komentar:
Posting Komentar