MAKALAH DINAMIKA
PERKEMBANGAN MASA REMAJA
Disusun oleh:
Linka Asmara
(15150018)
Kelas A.12.1
Prodi D3 Kebidanan
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Respati Yogyakarta
2015/2016
Kata
Pengantar
Dengan
memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah tentang “Dinamika
Perkembangan Masa Remaja” ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini dibuat
agar menambah sedikit pengetahuan kita mengenai “Dinamika Perkembangan Masa
Remaja”, sehingga kita dapat memahami apa sebenarnya “Dinamika Perkembangan
Masa Remaja” itu, secara mendalam dan terperinci.
Sebelum
kita melangkah lebih jauh, diperlukan suatu pemahaman khusus mengenai hal-hal
mendasar yang ada pada “Dinamika Perkembangan Masa Remaja”. Untuk itu,
penyusunan makalah ini, diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua termasuk
penulis.
Penulisan
makalah ini dapat terselenggara berkat sumber-sumber referensi yang sangat
membantu mengenai “Dinamika Perkembangan Masa Remaja” dan untuk itu penulis
mengucapkan terimakasih atas bantuan materi-materinya yang sangat bermanfaat.
Makalah
ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat
kurang, maka dari itu saya mengharapkan agar para pembaca makalah ini dapat
memberikan saran serta kritiknya yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Yogyakarta,
Maret 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................
ii
DAFTAR
ISI....................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................
1
1.2 Rumusan
Masalah................................................................................
2
1.3 Tujuan
Masalah....................................................................................
2
1.4 Manfaat................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Remaja
dalam Perkembangan Manusia...............................................
3
2.2
Teori Perkembangan Remaja..............................................................
11
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan.........................................................................................
14
3.2
Saran...................................................................................................
14
DAFTAR
PUSTAKA.....................................................................................
15
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Menurut
Santrock (2003) bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa
perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup
perubahan biologis, kognitif, sosial emosional. Sedangkan
menurut Rumini dan Sundari (2004) remaja adalah peralihan dari masa anak-anak
dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk
memasuki masa dewasa.
Masa
remaja adalah masa datangnya pubertas 11-14 tahun sampai usia
sekitar 18 tahun yang merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke
dewasa. Masa ini hampir selalu merupakan masa-masa sulit bagi remaja
maupun orang tuanya. Masa perkembangan itu merupakan suatu tugas yang muncul
pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang apabila tugas
itu dapat berhasil di tuntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam
menuntaskan tugas-tugas berikutnya, sementara apabila gagal, maka akan
menyebabkan ketidak bahagiaan pada diri individu yang bersangkutan,
menimbulkan penolakan masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam menyelesaikan
tugas-tugas berikutnya (Monks, 2003).
Masa
remaja sering disebut masa transisi. Sebab, di masa ini seseorang beralih dari
masa anak-anak ke masa dewasa. Banyak sekali perubahan yang terjadi dalam diri
seseorang yang perubahan fisik.
Permasalahan
yang sering muncul sering kali disebabkan ketidaktahuan para orang tua dan
pendidik tentang berbagai tuntutan psikologi ini, sehingga perilaku mereka
seringkali tidak mampu mengarahkan remaja menuju perkembangan mereka. Bahkan
tidak jarang orang tua dan pendidik mengambil sikap yang tidak
sejalan dari yang seharusnya diharapkan, sehingga semakin
mengacaukan perkembangan diri para remaja tersebut. Dengan demikian di harapkan
para orang tua dan pendidik dapat memberikan motivasi yang tepat untuk
mendorong remaja menuju pada kepenuhan dirinya
(Stice dan Whitenton, 2002).
(Stice dan Whitenton, 2002).
Remaja
terlibat dalam jaringan teman sebaya yang sangat kuat selama menggali jati diri
mereka. Di masa ini, selain mengalami perubahan pada diri seseorang yang
menginjak remaja, juga terjadi perkembangan-perkembangan terutama dari sisi
psikologis. Pada, tahap perkembangan remaja ini terdapat beberapa teori
perkembangan remaja termasuk konsep, tahap dan karakteristik remaja. Secara
keseluruhan, teori-teori ini membantu untuk melihat keseluruhan mengenai
remaja.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
remaja dalam perkembangan manusia?
2. Apa
saja teori-teori perkembangan masa remaja?
1.3
Tujuan
1. Untuk
mengetahui remaja dalam perkembangan manusia.
2. Untuk
mengetahui teori-teori perkembangan masa remaja.
1.4
Manfaat
Mahasiswa
lebih memahami dan mengerti secara mendalam mengenai perkembangan remaja dan
teori-teorinya serta mahasiswa dapat menerapkan teori-teori tersebut dalam
dirinya sendiri maupun orang disekitarnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Remaja
dalam Perkembangan Manusia
2.1.1 Konsep
Pengertian Remaja
Fase
remaja adalah masa transisi atau peralihan dari akhir masa kanak-kanak menuju
masa dewasa. Dengan demikian, pola pikir dan tingkah lakunya merupakan peralihan
dari anak-anak menjadi orang dewasa (Damaiyanti, 2008).
Menurut
Dorland (2011), “remaja atau adolescence adalah periode di antara pubertas dan
selesainya pertumbuhan fisik, secara kasar mulai dari usia 11 sampai 19 tahun”.
Menurut
Sigmun Freud (1856-1939), dalam Sunaryo (2004:44) mengatakan bahwa fase remaja
yang berlangsung dari usia 12-13 tahun hingga 20 tahun.
Masa
remaja merupakan masa pencarian jati diri seseorang dalam rentang masa
kanak-kanak sampai masa dewasa. Pada masa ini, pola pikir dan tingkah laku
remaja sangat berbeda pada saat masih kanak-kanak. Hubungan dengan kelompok
(teman sebaya) lebih erat dibandingkan hubungan dengan orang tua.
2.1.2 Tahap
Perkembangan Remaja
Tahap
perkembangan remaja dimulai dari fase praremaja sampai dengan fase remaja akhir
berdasarkan pendapat Sullivan (1892-1949). Pada fase-fase ini terdapat
beragam ciri khas pada masing-masing fase.
1.
Fase Praremaja
Periode
transisi antara masa kanak-kanak dan adolesens sering sikenal sebagai praremaja
oleh profesional dalam ilmu perilaku (Potter&Perry, 2005). Menurut Hall
seorang sarjana psikologi Amerika Serikat, masa muda (youth or preadolescence)
adalah masa perkembangan manusia yang terjadi pada umur 8-12 tahun.
Fase
praremaja ini ditandai dengan kebutuhan menjalin hubungan dengan teman sejenis,
kebutuhan akan sahabat yang dapat dipercaya, bekerja sama dalam melaksanakan
tugas, dan memecahkan masalah kehidupan, dan kebutuhan dalam membangun hubungan
dengan teman sebaya yang memiliki persamaan, kerja sama, tindakan timbal balik,
sehingga tidak kesepian (Sunaryo,2004:56).
Tugas
perkembangan terpenting dalam fase praremaja yaitu,belajar melakukan hubungan
dengan teman sebaya dengan cara berkompetisi, berkompromi dan kerjasama.
2.
Fase Remaja Awal (early adolescence)
Fase
remaja awal merupakan fase yang lanjutan dari praremaja. pada fase ini
ketertarikan pada lawan jenis mulai nampak. Sehingga, remaja mencari suatu pola
untuk memuaskan dorongan genitalnya. Menurut Steinberg (dalam Santrock, 2002:
42) mengemukakan bahwa masa remaja awal adalah suatu periode ketika konflik
dengan orang tua meningkat melampaui tingkat masa anak-anak.
Sunaryo
(2004:56) berpendapat bahwa, hal terpenting pada fase ini, antara lain:
1)
Tantangan utama adalah mengembangkan
aktivitas heteroseksual.
2)
Terjadi perubahan fisiologis.
3)
Terdapat pemisahan antara hubungan erotik
yang sasarannya adalah lawan jenis dan keintiman dengan jenis kelamin yang
sama.
4)
Jika erotik dan keintiman tidak
dipisahkan, maka akan terjadi hubungan homoseksual.
5)
Timbul banyak konflik akibat kebutuhan
kepuasan seksual, keamanan dan keakraban.
6)
Tugas perkembangan yang penting adalah
belajar mandiri dan melakukan hubungan dengan jenis kelamin yang berbeda.
3.
Fase Remaja Akhir
Fase
remaja akhir merupakan fase dengan ciri khas aktivitas seksual yang sudah
terpolakan. Hal ini didapatkan melalui pendidikan hingga terbentuk pola
hubungan antarpribadi yang sungguh-sungguh matang. Fase ini merupakan inisiasi
ke arah hak, kewajiban, kepuasan, tanggung jawab kehidupan sebagai masyarakat dan
warga negara.
Sunaryo
(2004:57) mengatakan bahwa tugas perkembangan fase remaja akhir
adalaheconomically, intelectually, dan emotionally self
sufficient.
2.1.3 Karakteristik
Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja
a. Perkembangan
Biologis
Perubahan
fisik yang terjadi pada remaja terlihat pada saat masa pubertas yaitu
meningkatnya tinggi dan berat badan serta kematangan sosial. Diantara perubahan
fisik itu, yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja adalah
pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang dan tinggi). Selanjutnya,
mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan
mimpi basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh
(Sarwono, 2006: 52).
Selanjutnya,
Menurut Muss (dalam Sunarto & Agung Hartono, 2002: 79) menguraikan bahwa
perubahan fisik yang terjadi pada anak perempuan yaitu; perertumbuhan
tulang-tulang, badan menjadi tinggi, anggota-anggota badan menjadi panjang,
tumbuh payudara.Tumbuh bulu yang halus berwarna gelap di kemaluan, mencapai
pertumbuhan ketinggian badan yang maksimum setiap tahunnya, bulu kemaluan
menjadi kriting, menstruasi atau haid, tumbuh bulu-bulu ketiak.
Potter
& Perry (2005:535) juga mengatakan bahwa setelah pertumbuhan awal jaringan
payudara, puting dan areola ukurannya meningkat. Proses ini sebagian dikontrol
oleh hereditas, mulai pada paling muda usia 8 tahun dan mungkin tidak komplet
dalam usia 10 tahun. Kadar estrogen yang meningkat juga mulai mempengaruhi
genital. Uterus mulai membesar dan terjadi peningkatan lubrikasi vaginal, hal
tersebut bisa terjadi secara spontan atau akibat perangsangan seksual. Vagina
memanjang, dan rambut pubis dan aksila mulai tumbuh.
Sedangkan
pada anak laki-laki peubahan yang terjadi antara lain; pertumbuhan
tulang-tulang, tumbuh bulu kemaluan yang halus, lurus, dan berwarna gelap, awal
perubahan suara, ejakulasi (keluarnya air mani), bulu kemaluan menjadi
keriting, pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat maksimum setiap tahunnya,
tumbuh rambut-rambut halus diwajaah (kumis, jenggot), tumbuh bulu ketiak, akhir
perubahan suara, rambut-rambut diwajah bertambah tebal dan gelap, dan tumbuh
bulu dada. Kadar testosteron yang meningkat sitandai dengan peningkatan ukuran
penis, testis, prostat dan vesikula seminalis.
Perry & Potter
(2005:690) mengungkapkan bahwa empat fokus utama perubahan fisik adalah :
1. Peningkatan
kecepatan pertumbuhan skelet, otot dan visera
2. Perubahan
spesifik-seks, seperti perubahan bahu dan lebah pinggul
3. Perubahan
distribusi otot dan lemak
4.
Perkembangan sistem reproduksi dan
karakteristik seks sekunder.
Pada
dasarnya perubahan fisik remaja disebabkan oleh
kelenjar pituitary dan kelenjarhypothalamus. Kedua kelenjar itu
masing-masing menyebabkan terjadinya pertumbuhan ukuran tubuh dan merangsang
aktifitas serta pertumbuhan alat kelamin utama dan kedua pada remaja (Sunarto
& Agung Hartono, 2002:94).
b. Perkembangan
Kognitif
Menurut
Piaget (dalam Santrock, 2002: 15) pemikiran operasional formal berlangsung
antara usia 11 sampai 15 tahun. Pemikiran operasional formal lebih abstrak,
idealis, dan logis daripada pemikiran operasional konkret. Piaget menekankan
bahwa bahwa remaja terdorong untuk memahami dunianya karena tindakan yang
dilakukannya penyesuaian diri biologis. Secara lebih lebih nyata mereka
mengaitkan suatu gagasan dengan gagasan lain. Mereka bukan hanya
mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman akan tetapi juga menyesuaikan cara
berfikir mereka untuk menyertakan gagasan baru karena informasi tambahan
membuat pemahaman lebih mendalam.
Menurut
Piaget (dalam Santrock, 2003: 110) secara lebih nyata pemikiran opersional
formal bersifat lebih abstrak, idealistis dan logis. Remaja berpikir lebih
abstrak dibandingkan dengan anak-anak misalnya dapat menyelesaikan persamaan
aljabar abstrak. Remaja juga lebih idealistis dalam berpikir seperti memikirkan
karakteristik ideal dari diri sendiri, orang lain dan dunia. Remaja berfikir
secara logis yang mulai berpikir seperti ilmuwan, menyusun berbagai rencana
untuk memecahkan masalah dan secara sistematis menguji cara pemecahan yang terpikirkan.
Dalam
perkembangan kognitif, remaja tidak terlepas dari lingkungan sosial. Hal ini
menekankan pentingnya interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan kognitif
remaja.
c. Perkembangan
Sosial
Potter
& Perry (2005:535) mengatakan bahwa perubahan emosi selama pubertas dan
masa remaja sama dramatisnya seperti perubahan fisik. Masa ini adalah periode
yang ditandai oleh mulainya tanggung jawab dan asimilasi penghargaan
masyarakat.
Santrock
(2003: 24) mengungkapkan bahwa pada transisi sosial remaja mengalami perubahan
dalam hubungan individu dengan manusia lain yaitu dalam emosi, dalam
kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam perkembangan. Membantah
orang tua, serangan agresif terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif,
kebahagiaan remaja dalam peristiwa tertentu serta peran gender dalam masyarakat
merefleksikan peran proses sosial-emosional dalam perkembangan remaja. John
Flavell (dalam Santrock, 2003: 125) juga menyebutkan bahwa kemampuan remaja
untuk memantau kognisi sosial mereka secara efektif merupakan petunjuk penting
mengenai adanya kematangan dan kompetensi sosial mereka.
Pencarian
identitas diri merupakan tugas utama dalam perkembangan psikososial adelesens.
Remaja arus membentuk hubungan sebaya yang dekat atau tetap terisolasi secara
sosial (Potter&Perry, 2005:693). Pencarian identitas diri ini meliputi
identitas seksual, identitas kelompok, identitas keluarga, identitas pekerjaan,
identitas kesehatan dan identitas moral.
2.1.4 Ciri
Khas Remaja
1. Hubungan
dengan Teman Sebaya
Menurut
Santrock (2003: 219) teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja dengan
tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Jean Piaget dan Harry Stack
Sullivan (dalam Santrock, 2003: 220) mengemukakan bahwa anak-anak dan remaja
mulai belajar mengenai pola hubungan yang timbal balik dan setara dengan
melalui interaksi dengan teman sebaya. Mereka juga belajar untuk mengamati
dengan teliti minat dan pandangan teman sebaya dengan tujuan untuk memudahkan proses
penyatuan dirinya ke dalam aktifitas teman sebaya yang sedang berlangsung.
Sullivan beranggapan bahwa teman memainkan peran yang penting dalam membentuk
kesejahteraan dan perkembangan anak dan remaja. Mengenai kesejahteraan, dia
menyatakan bahwa semua orang memiliki sejumlah kebutuhan sosial dasar, juga
termasuk kebutuhan kasih saying (ikatan yang aman), teman yang menyenangkan,
penerimaan oleh lingkungan sosial, keakraban, dan hubungan seksual.
Pada
saat remaja, seseorang memperoleh kebebasan yang lebih besar dan mulai
membangun identitasnya sendiri. Secara emosional, mereka menjalin hubungan yang
lebih dekat dengan kelompoknya dibandingkan keluarga. Krisis identitas ini
membuat remaja mengalami rasa malu, takut, dan gelisah yang menimbulkan gangguan
fungsi di rumah dan di sekolah (Potter&Perry, 2010). Namun, dalam beberapa
hal, remaja mengalami ketegangan baik akibat tekanan kelompoknya, maupun
perubahan psikososial. Sehingga remaja cenderung melakukan tindakan yang dapat
mengurangi ketegangan tersebut, misalnya merokok dan memakai obat-obatan.
Ada
beberapa beberapa strategi yang tepat untuk mencari teman menurut Santrock
(2003: 206) yaitu :
a)
Menciptakan interaksi sosial yang baik
dari mulai menanyakan nama, usia, dan aktivitas favorit.
b)
Bersikap menyenangkan, baik dan penuh
perhatian.
c)
Tingkah laku yang prososial seperti jujur,
murah hati dan mau bekerja sama.
d)
Menghargai diri sendiri dan orang lain.
e)
Menyediakan dukungan sosial seperti
memberikan pertolongan, nasihat, duduk berdekatan, berada dalam kelompok yang
sama dan menguatkan satu sama lain dengan memberikan pujian.
Ada
beberapa dampak apabila terjadi penolakan pada teman sebaya. Menurut Hurlock
(2000: 307) dampak negatif dari penolakan tersebut adalah:
a)
Akan merasa kesepian karena kebutuhan
social mereka tidak terpenuhi.
b)
Anak merasa tidak bahagia dan tidak aman.
c)
Anak mengembangkan konsep diri yang tidak
menyenangkan, yang dapat menimbulkan penyimpangan kepribadian.
d)
Kurang mmemiliki pengalaman belajar yang
dibutuhkan untuk menjalani proses sosialisasi.
e)
Akan merasa sangat sedih karena tidak
memperoleh kegembiraan yang dimiliki teman sebaya mereka.
f)
Sering mencoba memaksakan diri untuk
memasuki kelompok dan ini akan meningkatkan penolakan kelompok terhadap mereka
semakin memperkecil peluang mereka untuk mempelajari berbagai keterampilan
sosial.
g)
Akan hidup dalam ketidakpastian tentang
reaksi social terhadap mereka, dan ini akan menyebabkan mereka cemas, takut,
dan sangat peka.
h)
Sering melakukan penyesuaian diri secara
berlebihan, dengan harapan akan meningkatkan penerimaan sosial mereka.
Sementara
itu, Hurlock (2000: 298) menyebutkan bahwa ada beberapa manfaat yang diperoleh
jika seorang anak dapat diterima dengan baik. Manfaat tersebut yaitu:
a)
Merasa senang dan aman.
b)
Mengembangkan konsep diri menyenangkan
karena orang lain mengakui mereka.
c)
Memiliki kesempatan untuk mempelajari
berbagai pola prilaku yang diterima secara sosial dan keterampilan sosial yang
membantu kesinambungan mereka dalam situasi sosial.
d)
Secara mental bebas untuk mengalihkan
perhatian meraka ke luar dan untuk menaruh minat pada orang atau sesuatu di
luar diri mereka.
e)
Menyesuaikan diri terhadap harapan
kelompok dan tidak mencemooh tradisi sosial.
2. Hubungan
dengan Orang Tua Penuh Konflik
Hubungan
dengan orang tua penuh dengan konflik ketika memasuki masa remaja awal.
Peningkatan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu perubahan biologis
pubertas, perubahan kognitif yang meliputi peningkatan idealism dan penalaran
logis, perubahan sosial yang berfokus pada kemandirian dan identitas, perubahan
kebijaksanaan pada orang tua, dan harapan-harapan yang dilanggar oleh pihak
orang tua dan remaja.
Collins
(dalam Santrock, 2002: 42) menyimpulkan bahwa banyak orang tua melihat remaja
mereka berubah dari seorang anak yang selalu menjadi seseorang yang tidak mau
menurut, melawan, dan menantang standar-standar orang tua. Bila ini terjadi,
orang tua cenderung berusaha mengendalikan dengan keras dan member lebih banyak
tekanan kepada remaja agar mentaati standar-standar orang tua.
Dari
uraian tersebut, ada baiknya jika kita dapat mengurangi konflik yang terjadi
dengan orang tua dan remaja. Berikut ada beberapa strategi yang diberikan oleh
Santrock, (2002: 24) yaitu:
1) menetapkan
aturan-aturan dasar bagi pemecahan konflik.
2) Mencoba
mencapai suatu pemahaman timbale balik.
3) Mencoba
melakukan corah pendapat (brainstorming).
4) Mencoba
bersepakat tentang satu atau lebih pemecahan masalah.
5) Menulis
kesepakatan.
6) Menetapkan
waktu bagi suatu tindak lanjut untuk melihat kemajuan yang telah dicapai.
3. Keingintahuan
Tentang Seks Yang Tinggi
Seksualitas
mengalami perubahan sejalan dengan individu yang terus tumbuh dan berkembang
(Potter & Perry,2010:30). Setiap tahap perkembangan memberikan perubahan
pada fungsi dan peran seksual dalam hubungan. Masa remaja merupakan masa di
mana individu menggali orientasi seksual primer mereka lebih banyak daripada
masa perkembangan manusia lainnya.
Remaja
menghadapi banyak keputusan dan memerlukan informasi yang akurat mengenai
topik-topik seperti perubahan tubuh, aktivitas seksual, respons emosi terhadap
hubungan intim seksual, PMS, kontrasepsi, dan kehamilan (Perry&Potter,
2010:31). Informasi faktual ini dapat datang dari rumah, sekolah, buku atau pun
teman sebaya. Bahkan informasi seperti ini pun,remaja mungkin tidak mengintergrasikan
penhgetahuan ini ke dalam gaya hidupnya. Mereka mempunyai orientasi saat ini
dan rasa tidak rentan. Karakteristik ini dapat menyebabkan mereka percaya bahwa
kehamilan atau penyakit tidak akan terjadi pada mereka, dan karenanya tindak
kewaspadaan tidak diperlukan. Penyuluhan kesehatan harus diberikan dalam
konteks perkembangan ini (Potter & Perry, 2005:535).
4. Mudah
Stres
Menurut
Potter & Perry (2005:476), Selye (1976) berpendapat bahwa stres adalah
segala situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang individu untuk
berespons atau melakukan tindakan.
Stres
dapat menyebabkan perasaan negatif. Umumnya, seseorang dapat mengadaptasi stres
jangka panjang maupun jangka pendek sampai stres tersebut berlalu. Namun, jika
adaptasi itu gagal dilakukan, stres dapat memicu berbagai penyakit.
Remaja
juga sangat rentan dengan strea. Sebab, di masa ini seseorang akan memiliki
keinginan serta kegiatan yang sangat banyak. Namun, apabila keinginan dan
kegiatan itu tidak berjalan atau tidak terwujudkan sebagaimana mestinya, remaja
cenderung menjadikan hal tersebut sebagai beban pikiran mereka. Sehingga remaja
mudah mengalami stres. Untuk mengobati itu, remaja menghibur diri atau
meminimalisisr stres mereka dengan berkumpul atau bersenang-senang dengan teman
sebayanya.
2.2
Teori-Teori
Perkembangan Remaja
2.2.1 Teori Psikoanalisa
Psikoanalisa
merupakan suatu teori yang berdasarkan pada penganalisaan psikologi seseorang.
Ahli teori psikoanalitik menegaskan bahwa pengalaman pada masa dini dengan
orang tua akan sangat membentuk perkembangan seseorang khususnya remaja.
Ciri-ciri tersebut dipelajari dalam teori psikoanalisa yang utama, yaitu dari
Sigmund Freud. Asmadi (2004:103) mengatakan bahwa, menurut Freud, struktur
kepribadian manusia terdiri atas aspek Das Es (The Id), Das Ich (The
Ego), dan Das Ueber Ich (the super ego).
Dari
teori besar Freud yaitu id, ego, dan superego, Freud percaya bahwa dipenuhi
oleh ketegangan dan konflik. Untuk mengurangi ketegangan ini, remaja menyimpan
informasi dalam pikiran tidak sadar mereka. Ia juga mengatakan bahwa tingkah
laku yang sekecil apapun mempunyai makna khusus bila kekuatan tidak sadar di
balik tingkah laku tersebut ditampilkan.
Cara
ego mengatasi konflik antara tuntutannya untuk realitas, keinginan id dan
kekangan dari superego yaitu dengan menggunakan mekanisme pertahanan diri
(defense mechanisme), artinya istilah psikoanalisa ini untuk metode yang tidak
disadari ego merusak realitas dan karena itu melindungi dirinya dari rasa
cemas. Menurut Freud tahap permulaan dari perkembangan kepribadian, sebagai
berikut:
a. Tahap
oral (oral stage) adalah perkembangan yang terjadi pada usia 18 bulan pertama,
dimana kesenangan bayi berpusat di sekitar mulut.
b. Tahap
anal (anal stage) adalah tahap perkembangan yang terjadi antara usia 1,5 dan 3
tahun, di mana kesenangan terbesar anak meliputi anus atau fungsi pembuangan
yang berhubungan dengan anus.
c. Tahap
falik (phallic stage) adalah tahap perkembangan yang terjadi antara usia 3
sampai 6 tahun, kata phallus artinya penis atau alat kelamin
laki-laki. Artinya kesenangan berpusat pada alat kelamin karena anak menemukan
bahwa memanipulasi diri sendiri memberikan kesenangan.
d. Tahap
latensi (latency stage) adalah tahap perkembangan yang terjadi antara usia 6
tahun dan pubertas, anak menekan semua minat seksual dan mengembangkan
keterampilan intelektual dan sosial.
e. Tahap
genital (genital stage) adalah tahap perkembangan yang terjadi pada masa
pubertas. Pada masa ini adalah masa kebangkitan kembali dorongan seksual,
sumber kesenangan seksual yang adalah dari orang lain yang bukan
keluarganya. Remaja berada pada tahap ini.
2.2.2 Teori Psikososial
Erikson
mengembangkan teori psikososial sebagai perkembangan dari teori psikoanalisis
Freud. Erik Erikson mengatakan bahwa tahap perkembangan individu selama
hidupnya dipengaruhi oleh interaksi sosial yang menjadikan individu menjadi
matang secara fisik dan psikologis.
Menurut
Erikson semakin berhasil individu mengatasi konflik, maka semakin sehat
perkembangan individu tersebut. Seperti pernyataannya, sebagai berikut :
a. Percaya
versus tidak percaya (trush versus mistrush) adalah tahap psikososial Erikson
yang dialami dalam tahun pertaa kehidupan. Rasa percaya tumbuh dari adanya
perasaan akan kenyamanan fisik dan rendahnya rasa ketakutan serta kecemasan
tentang masa depan.
b. Otonomi
versus malu dan ragu-ragu (autonomy versus shame and doubt) adalah tahap
perkembangan yang terjadi pada akhir masa bayi dan “toddler” (usia 1-3 tahun).
c. Inisiatif
versus rasa bersalah (initiative versus guilt) adalah tahap perkembangan yang
terjadi selama masa persekolahan.
d. Industri
versus perasaan rendah diri (industry versus inferiority) adalah tahap
perkembangan yang tejadi kira-kira pada usia sekolah dasar.
e. Identitas
versus kekacauan identitas (identity versus identity confusion) adalah tahap
perkembangan yang dialami individu selama masa remaja. Pada masa ini individu
diharapkan pada pertanyaan siapa mereka, mereka itu sebenarnya apa, dan kemana
mereka menuju dalam kehiupannya.
f. Intimasi
versus isolasi (intimacy versus isolation) adalah tahap perkembangan yang
dialami individu selama masa dewasa awal. Pada masa ini individu menghadapi
tugas perkembangan untuk membentuk hubungan intim dengan orang lain.
g. Generativitas
versus stagnasi (generativity versus stagnation) adalah tahap perkembangan yang
dialami individu pada masa dewasa tengah.
h. Integritas
versus rasa putus asah (intregity versus despair) adalah tahap perkembangan
yang dialami individu pada masa dewasa akhir.
2.2.3 Teori Kognitif
Apabila
teori psikoanalisa menekankan pada pentingnya pikiran remaja yang tidak
disadari, maka teori-teori kognitif mementingkan pikiran-pikiran sadar mereka.
Dua teori kognitif yang penting adalah teori perkembangan kognitif dan Piaget
dan teori pemrosesan informasi.
Menurut
teori Piaget, remaja secara aktif mengkontruksikan dunia kognitif mereka
sendiri, informasi tidak hanya dicurahkan ke dalam pikiran mereka di
lingkungan. Piaget juga menyatakan bahwa remaja menyesuaikan pikiran mereka
dengan memasukkan gagasan-gagasan baru, karena tambahan informasi akan
mengembangkan pemahaman. Empat tahapan dari Piaget adalah sebagai berikut :
a. Tahap
sensorimotorik (sensoriotor stage), yang berlangsung dari lahir sampai
kira-kira 2 tahun. Pada tahap ini, anak mengkonstruksikan mengenai dunia dengan
mengkoordinasikan pengalaman sensoris (seperti melihat dan mendengar) dengan
tindakan fisik dan motorik.
b. Tahap
praoperasional (preoperational stage) adalah yang berlangsung kira-kira usia
2-7 tahun. Pada tahap ini, anak memulai mempersentasikan dunia dengan
kata-kata, citra, dan gambar-gambar.
c. Tahap
operasional konkrit (concrete operational stage) adalah yang berlangsung dari
kira-kira 7-11 tahun. Pada tahap ini, anak dapat melakukan operasi dan penalaran
logis, menggatikan pemikiran logis, menggantikan pemikiran intuitif, sepanjang
penalaran dapat diaplikasikan pada contoh atau konkrit
d. Tahap
operasional formal (formal operational stage) adalah yang terjadi antara usia
11 dan 15 tahun. Pada tahap ini, individu bergerak melebihi dunia pengalaman
yang actual dan konkrit, dan mengubah cara berpikir tentag perkembangan
berpikir anak dan remaja.
2.2.4 Teori Tingkah Laku dan Belajar Sosial
Ahli
teori ini juga akan menyatakan bahwa alasan untuk rasa ketertarikan remaja
terhadap satu sama lain tidak disadari, remaja tidak menyadari bagaimana
warisan biologis mereka dan pengalaman hidup pada masa kecil telah berperan
dalam mempengaruhi kepribadian mereka di masa remaja.
Ahli
teori belajar sosial mengatakan bahwa bukalah robot yang tidak punya pikiran,
yang berespon secara mekanis pada orang lain dalam lingkungan kita. Psikolog
Amerika Bandura dan Walter Mischel adalah arsitek utama dari versi teori
belajar social kontemporer yang disebut teori belajar kognitif. Bandura percaya
bahwa kita belajar dengan mengamati apa yang dilakukan orang lain. Melalui
belajar observasi (modeling atau imitasi), kita secara kognitif
mempeesentasikan tingkah laku orang lain dan kemudian mungkin mengambil tingkah
laku tersebut. Model belajar dan perkembangan yang paling mutakhir mencakup
tingkah laku, manusia dan kognisi, dan lingkungan. Pendekatan belajar social
menekankan pada pentingnya penelitian empiric dalam mempelajari perkembangan.
Penelitian ini memfokuskan pada proses-proses yang menjelaskan perekembangan
faktor social dan kognitif yang mempengaruhi menjadi manusia seperti sekarang
ini.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Masa
remaja merupakan masa pencarian jati diri seseorang dalam rentang masa
kanak-kanak sampai masa dewasa. Pada masa ini, pola pikir dan tingkah laku
remaja sangat berbeda pada saat masih kanak-kanak. Hubungan dengan kelompok
(teman sebaya) lebih erat dibandingkan hubungan dengan orang tua. Teori-teori
perkembangan remaja antara lain, teori psikoanalisa, teori psikososial, teori
kognitif serta teori tingkah laku dan belajar sosial. Tahap perkembangan remaja
dimulai dari fase praremaja, remaja awal, dan remaja akhir. Karakteristik
pertumbuhan dan perkembangan remaja antara lain, perubahan fisik yang
terjadi pada remaja terlihat pada saat masa pubertas yaitu meningkatnya tinggi
dan berat badan serta kematangan sosial, remaja berfikir secara logis dan transisi
sosial remaja mengalami perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain.
Sementara itu, ciri khas remaja adalah hubungan dengan teman sebaya lebih erat,
hubungan dengan orang tua penuh konflik, keingintahuan seks yang tinggi, dan
mudah stres.
3.2
Saran
Perubahan-perubahan
yang terjadi pada masa remaja menimbulkan berbagai konflik batin maupun psikis.
Orang tua harus benar-benar memahami konsekuensi perubahan pada remaja.
Sementara itu, perawat dapat dijadikan tempat konseling untuk remaja
sebagaimana peran perawat dan sebagai perawat yang menghadapi permasalahan
remaja senantiasa memberikan bimbingan atau konseling yang baik atau yang tidak
memojokkan remaja tersebut dalam masalah yang dihadapinya.
Demikian
makalah mengenai perkembangan remaja. Mohon maaf,apabila makalah ini jauh dari
sempurna. Oleh karena itu,kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan.
Semoga bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Damaiyanti, Mukhripah. 2008. Komunikasi Terapeutik
dalam Praktik Keperawatan. Bandung:Refika Aditama.
Dorland, W.A. Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran
Dorland. Jakarta:EGC.
Potter, Patricia A. dan Anne Griffin P.
2005. Fundamental Keperawatan Vol.1. Jakarta: EGC.
Potter, Patricia A. dan Anne Griffin P.
2010. Fundamental Keperawatan Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk keperawatan.
Jakarta:EGC.
Dunia Psikologi:Teori perkembangan masa remaja
Karakteristik Remaja
0 komentar:
Posting Komentar